Jumat, 17 April 2015

Nenek Ahmad penjual sayur keliling, yang tidak mau membebani anak-anaknya

Aktivitas nenek yang menjual sayur di perumahan Cluster Michelia , Muntiani
Sesekali wanita tua itu mengelap keringatnya yang mengucur dengan ujung bajunya, ia terus mendorong gerobak sayurnya. Meski dengan hasil yang tidak sebegitu besar, ibu yang tinggal dengan seorang suami dan 1 cucu ini tidak pernah putus asa demi mendapatkan rezeki untuk hidup dengan keluarga kecilnya.
            Dinginnya udara subuh &terik matahari dzuhur yang menyengat kulit tidak lagi pernah dirasakan oleh nenek Ahmad untuk selalu berjalan mengelilingi kompleks perumahan Cluster Michelia ini dengan gerobak tua nya yang berisi sayur – sayur dengan jumlah yang tidak terlalu banyak. Sementara, ditengah dinginnya udara subuh meski banyak orang yang memilih kembali tidur, Nenek Ahmad tidak pernah menghiraukannya “mungkin allah bakal memberi yang lebih baik buat keluarga nenek nanti seperti keluarga yang lain dengan keadaan sekarang ini”, ujar nenek tua itu.
Tidak akan ada hal yang menjadi halangan untuk meneruskan aktivitas rutinnya untuk berdagang sayur keliling di kompleks – kompleks perumahan demi mencukupi kebutuhan hidupnya yang sudah ia geluti sekitar 5 tahun yang lalu. Setiap harinya hanya terlihat sisa – sisa rasa lelah yang tergambar di raut wajah keriputnya untuk melangkah satu demi satu. Nenek dari dua orang anak ini masih saja bisa bersyukur dengan kehidupannya yang sangat minim “ Alhamdulillah hidup sekarang ini sangat nyaman & aman tidak seperti penjajahan belanda dulu”, ujar nenek 75 tahun ini.
            Sepak terjal angkuhnya roda kehidupan yang nenek Ahmad lalui,sudah ia rasakan mulai dari ketika dia merasakan susahnya di zaman penjajahan Belanda duluhingga samapi saat ini, namun dia tetap bersikeras untuk tetap hidup tanpa membebani kedua anaknya. Ternyata wajah tuanya yang terlihat semakin keriput itu malah ingin ia habiskan untuk beraktifitas sehari – hari.
“Yur….yur,,,,sayuuur…..”! teriakan suara nenek yang terdengar di sekitar kompleks perumahan Cluster Michelia menandai telah dimulainya aktivitas berjualan sayur nenek 75 tahun ini. Dengan penghasilan kotornya yang hanya 40 – 50 ribu perhari dia mampu menghidupi diriya, suami serta seorang cucu laki – laki yang dari kecil ikut dengannya.  Suaminya lah yang selalu memberi semangat tanpa batas kepada ibu dari 2 orang anak ini, ia rela mejajakan dagangan sayurnya agar tetap bisa hidup dengan seorang suaminya yang sudah tak mampu lagi bekerja karena usia nya yang sangat tua.Begitupun dengan 1 orang cucu yang membantu perekonomiannya hanya dengan megumpulkan rosokan atau barang bekas.
Langit sudah terlihat mulai condong ke ufuk barat, wajah ibu dari 2 orang anak ini yang semakin merah menghitam karena terik matahari kini terlihat jelas, akhirnya nenek pulang dengan penghasilannya, meskipun belum semua sayur yang dimilikinya itu habis terjual. Aktivitas nenek 75 tahun ini tidak hanya putus setelah menjual sayur dagangannya saja, sesampainya dia dirumah wajah lelahnya hilang karena salam senyum dari suami pemberi seribu semangat itu. Masih ada sayur yang tersisa di gerobak tua &semakin layu, namun nenek tua itu tidak pernah menyia-nyiakan apa yang masih bisa ia nikmati, “kangkung ini sudah tidak bisa dijual, lebih baik di sayur sendiri saja” ujar nenek Rahmad sambil berjalan menuju ke dapur. Dari penghasilan kotornya 40-50 ribu, nenek 75 tahun ini tetap harus bisa menyisihkan uangnya untuk  belanja ke pasar Kelapa Dua yang lumayan jauh dari rumahnya demi melanjutkan hidupnya dengan berdagang sayur esok hari. Belum ada waktu dia untuk bernafas lega tanpa suatu aktivitas, seusai solat isya Nenek Ahmad harus kembali pergi kepasar demi mendapatkan sayur-sayur yang harga nya pasti sudah mulai turun untuk ia dagangkan besok.

Kehidupan yang seakan tidak adil untuknya inilah yang semakin membuat nenek Ahmad sabar dan selalu bersyukur akan kehidupannya ini. Terlahir dari keluarga yang nasib hidupnya hampir sama dengannya lah yang membuat nenek Ahmad tidak ingin membebani kedua orang anaknya, ” mana mungkin saya tega membebani mereka yang hanya bekerja sebagai pengumpul rosokan & penjual gado – gado saja”, kata nenek Rahmad sambil meneteskan airmata.