Aktivitas nenek yang menjual sayur
di perumahan Cluster Michelia , Muntiani
Sesekali
wanita tua itu mengelap keringatnya yang mengucur dengan ujung bajunya, ia terus mendorong gerobak
sayurnya.
Meski dengan hasil yang tidak sebegitu besar, ibu yang tinggal dengan seorang
suami dan 1 cucu ini tidak pernah putus asa demi mendapatkan rezeki untuk hidup
dengan keluarga kecilnya.
Dinginnya udara subuh &terik
matahari dzuhur yang menyengat kulit tidak lagi pernah dirasakan oleh nenek
Ahmad untuk selalu berjalan mengelilingi kompleks perumahan Cluster Michelia ini
dengan gerobak tua nya yang berisi sayur – sayur dengan jumlah yang tidak
terlalu banyak. Sementara, ditengah dinginnya udara subuh meski banyak orang
yang memilih kembali tidur, Nenek Ahmad tidak pernah menghiraukannya “mungkin
allah bakal memberi yang lebih baik buat keluarga nenek nanti seperti keluarga
yang lain dengan keadaan sekarang ini”, ujar nenek tua itu.
Tidak
akan ada hal yang menjadi halangan untuk meneruskan aktivitas rutinnya untuk
berdagang sayur keliling di kompleks – kompleks perumahan demi mencukupi kebutuhan
hidupnya yang sudah ia geluti sekitar 5 tahun yang lalu. Setiap harinya hanya terlihat
sisa – sisa rasa lelah yang tergambar di raut wajah keriputnya untuk melangkah
satu demi satu. Nenek dari dua orang anak ini masih saja bisa bersyukur dengan
kehidupannya yang sangat minim “ Alhamdulillah hidup sekarang ini sangat nyaman
& aman tidak seperti penjajahan belanda dulu”, ujar nenek 75 tahun ini.
Sepak terjal angkuhnya roda
kehidupan yang nenek Ahmad lalui,sudah ia rasakan mulai dari ketika dia
merasakan susahnya di zaman penjajahan Belanda duluhingga samapi saat ini,
namun dia tetap bersikeras untuk tetap hidup tanpa membebani kedua anaknya. Ternyata
wajah tuanya yang terlihat semakin keriput itu malah ingin ia habiskan untuk
beraktifitas sehari – hari.
“Yur….yur,,,,sayuuur…..”!
teriakan suara nenek yang terdengar di sekitar kompleks perumahan Cluster
Michelia menandai telah dimulainya aktivitas berjualan sayur nenek 75 tahun
ini. Dengan penghasilan kotornya yang hanya 40 – 50 ribu perhari dia mampu
menghidupi diriya, suami serta seorang cucu laki – laki yang dari kecil ikut
dengannya. Suaminya lah yang selalu
memberi semangat tanpa batas kepada ibu dari 2 orang anak ini, ia rela mejajakan
dagangan sayurnya agar tetap bisa hidup dengan seorang suaminya yang sudah tak
mampu lagi bekerja karena usia nya yang sangat tua.Begitupun dengan 1 orang
cucu yang membantu perekonomiannya hanya dengan megumpulkan rosokan atau barang
bekas.
Langit
sudah terlihat mulai condong ke ufuk barat, wajah ibu dari 2 orang anak ini
yang semakin merah menghitam karena terik matahari kini terlihat jelas,
akhirnya nenek pulang dengan penghasilannya, meskipun belum semua sayur yang
dimilikinya itu habis terjual. Aktivitas nenek 75 tahun ini tidak hanya putus
setelah menjual sayur dagangannya saja, sesampainya dia dirumah wajah lelahnya
hilang karena salam senyum dari suami pemberi seribu semangat itu. Masih ada sayur
yang tersisa di gerobak tua &semakin layu, namun nenek tua itu tidak pernah
menyia-nyiakan apa yang masih bisa ia nikmati, “kangkung ini sudah tidak bisa
dijual, lebih baik di sayur sendiri saja” ujar nenek Rahmad sambil berjalan
menuju ke dapur. Dari penghasilan kotornya 40-50 ribu, nenek 75 tahun ini tetap
harus bisa menyisihkan uangnya untuk
belanja ke pasar Kelapa Dua yang lumayan jauh dari rumahnya demi
melanjutkan hidupnya dengan berdagang sayur esok hari. Belum ada waktu dia
untuk bernafas lega tanpa suatu aktivitas, seusai solat isya Nenek Ahmad harus
kembali pergi kepasar demi mendapatkan sayur-sayur yang harga nya pasti sudah
mulai turun untuk ia dagangkan besok.
Kehidupan
yang seakan tidak adil untuknya inilah yang semakin membuat nenek Ahmad sabar
dan selalu bersyukur akan kehidupannya ini. Terlahir dari keluarga yang nasib
hidupnya hampir sama dengannya lah yang membuat nenek Ahmad tidak ingin
membebani kedua orang anaknya, ” mana mungkin saya tega membebani mereka yang
hanya bekerja sebagai pengumpul rosokan & penjual gado – gado saja”, kata
nenek Rahmad sambil meneteskan airmata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar