Minggu, 23 November 2014

Puisi

Sehelai Daun

Sungguh,
Pohon menjulang tinggi itu mungkin
tak pernah melirik dan

mungkin tak sempat menyapa

Terpanggang terik surya, terbakar mentari sore
terpaan angin dan hujan kerap datang
sinar matahari mulai menembus setiap celahnya

Namun,
Ia tak pernah membenci surya ataupun angin
yang membuatnya terenggut dari tangkai pohon
melepaskan pohon indahnya

Sehelai daun kering bergoyang berputar jatuh terserak
Menutupi luka tanah yang kering merekah
Berguguran dibelai angin senja bersusulan
Beradu dengan bumi

Meski kini hanya sampah belaka
Tapi daun masih punya rasa
Rasa ingin dicinta, disayang
Dan dimanja



Dalam Rajut Sang Kuasa

Dalam rajut Sang Kuasa, ku termenung
ah, apa ini adil
apa ini nikmat? Atau kasih?

Kau selalu bertanya-tanya dan menanyakan keadilan
Apa kau tau arti adil? Dan sudahkah adilmu pada TuhanMu?

Bangkitlah hatiku,
Bangkit dan berjalanlah seiring sang fajar
Kerana malam telah berlalu
Tenanglah dan Dengarlah Kidung Sang Kuasa Menggema,
menjamah dan merangkul kalbu


Teriak Riang Karena Punggung Terpanggang
Terang riang suara siang
Mengumbar ranah diantara malang
Hinggar kobar bakar pematang
Binggar liar lantakkan senang

Sekujur berliur
Keringat pedas mengguyur
Diantara rasa diantara raga
Tak elak penat buyarkan asa

Pahit memang
Tapi apalah ini hanya ngiang
Diantara fana tak memberi ceria
Diantara sementara singgah dunia

ESA...
Sembahku padaMU karna ku hampa
Tak berisi meski nyali membaji
Tak berdaya meski mata runcing mencaci

Ini hanya lantunanku
Diantara anugerah terik di punggungku
Diantara pedih guyur keringat pedasku
Diantara penat goyahkan tekatku


Tidak ada komentar:

Posting Komentar